Kala itu (1994 s.d 1999), salah satu lembaga pendidikan formal yang terletak di daerah terpencil, yang berjarak sekitar kurang lebih 10 KM dari pusat pemerintah desa dan sekitar 40 KM dari pusat Kota Kabupaten, pada masa itu jika ingin ke kota kabupaten membutuhkan waktu tempuh berjam-jam naik mobil ranjang melintasi jalan berkelok, berlumpur, serta bebatuan dan tanjakan. Hemm mobil “ranjang” dikau begitu istimewa diberikan nama mobil ranjang karena modelnya mirip seperti ranjang (tempat tidur besi yang berjaya pada zamannya) pemberangkatan ke kota kabupaten ataupun sebaliknya hanya sekali sehari dikarenakanan jumlah kendaraan sangat terbatas serta medan yang ekstrim. Pada masa “merah hati” melihat mobil saja sudah girang bukan main apalagi naik mobil itu jadi impian saya hahaha…. Pernah sekali waktu saya ikut orangtua jadi buruh tani di sanrego (Kab. Bone) kebayang kan impian itu terwujud yeeeiii bisa naik mobil ranjaaang.
Pertama kali naik mobil kulihat pohon berlarian hatiku berdegup kencang ah ternyata yang melaju adalah mobil bukan pohonnya. Sepanjang perjalananan menikmati bunyi kikukikukkuk akibat gesekan besi tua yang sudah mulai aus, ketika mendapatkan jalan berlumpur mobilpun mogok tidak peduli tua, muda, laki, perempuan harus rela turun bergotong royong menarik tali dan mendorong mobil apesnya lagi kalau pas mendorong ban mobil berputar bak kincir lumpur uennaakkk eee oahraga dorong mandi lumpur tak apalah yang penting impianku terwujud naik mobil ranjang haha…
Sepulang jadi buruh tani saya kembali ke “merah hati”, Di Sekolah Negeri No. 220 Balle tempat saya menempuh pendidikan kala itu memiliki satu unit gedung yang terdiri dari empat ruang kelas, satu ruang digunakan sebagai kantor, tiga ruang kelas digunakan sebagai tempat belajar siswa yang masing-masing satu ruang kelas digunakan untuk dua tingkatan kelas (Kls 1 &2, 3 & 4, 5 & 6) yang beratapkan seng, platfom gamacca, dinding seng, jendela kawat rang, dan lantai dengan semen biasa dan beberapa lantai kelas sudah berlubang tapi asyik karena lobang tersebut digunakan untuk main kelereng para siswa. Tetapi disisi yang lain sekolah tersebut sebenarnya sangat mewah karena dilengkapi dengan 7 unit “perumahan” atau rumah dinas tetapi hanya satu unit yang kadang dimanfaatkan dan bahkan tidak sama sekali pada saat itu karena guru tetap kami hanya dua orang yang merupakan warga sekitar yang rela membina kami kurang lebih 6 tahun. Kelas 1 sampai 6 hanya dibina oleh 2 orang guru kereeennn bukan…..
Kedua guru kami itulah sebut saja Ibu Darma dan Ibu Nurmi sapaan, yang rela, iklas dan begitu sabar mendidik kami semua………..NEX Kisah Nyata “Merah Hati” Part III di edisi berikutnya..
Baca juga….