Penilaian afektif, bagi sebagian guru lebih sulit dilakukan dibanding penilaian kognitif atau penilaian psikomotor. Padahal dalam dunia pendidikan seperti halnya di sekolah, ranah afektif juga sangat perlu mendapatkan perhatian. Kenyataan selama ini di lapangan lebih menunjukkanpenilaian afektif terkesan bagai “anak tiri” dibanding penilaian kognitif maupun psikomotor. Ada juga kasus-kasus di lapangan yang menunjukkan guru telah melakukan penilaian afektif, tetapi tanpa panduan atau instrumen yang baik.
Penilaian pendidikan mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor dan hal ini dilakukan melalui pengukuran-pengukuran . Aspek kognitif diukur melalui tes, aspek afektif diukur melalui angket, kuisioner atau wawancara, dan aspek psikomotorik diukur dengan pengamatan. Pengukuran pendidikan menurut Dali S. Naga (1992: 2-3) obyeknya merupakan ciri tersembunyi/terpendam (latent trait) yang terdapat dalam peserta didik (testee, responden) seperti kemampuan, keberhasilan, sikap, minat atau lainnya. Oleh karena bersifat laten maka tidak dapat diukur secara langsung. Pengukuran dapat dilakukan dengan memberikan stimulus baik dalam bentuk uji tes maupun kuesioner.
Apabila stimulus tersebut dapat mengenai sasaran maka tanggapan atau respon yang muncul menggambarkan kemampuan, keberhasilan belajar, sikap, minat atau ciri lainnya dari obyek pengukuran tersebut. Agar uji tes atau kuesioner dapat mengukur secara tepat kemampuan yang akan kita ukur dan mengungkap secara benar ciri yang terpendam perlu memperhatikan kualitas perangkat alat ukur atau kuisioner tersebut.
Dengan demikian pengukuran pendidikan mencakup: pertama,mengukur ciri yang terpendam yang tak kelihatan pada peserta didik; kedua, mengukur ciri terpendam dan tak kelihatan tersebut dengan memberikan stimulus berupa kuisioner yang tepat; ketiga, peserta didik memberi responsi terhadap stimulus itu dengan harapan bahwa respon mencerminkan dengan benar ciri yang terpendam yang ingin kita ukur; keempat,respon yang kelihatan itu diberikan sekor yang dapat ditafsir secara memadai. Pengembangan model evaluasi afektif yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah mengembangkan seperangkat alat ukur yang berupa kuesioner. Kuesioner berisi pernyataan-pernyataan yang digunakan sebagai stimulus kepada peserta didik untuk mengungkap latent trait dalam dirinya.
Latent trait yang ingin diungkap dengan perangkat ini adalah afektif peserta didik (siswa) terhadap keagamaan Islam Respon peserta didik/siswa terhadap stimulus ini diharapkan merupakan gambaran dari fungsi keyakinan nya terhadap ajaran Islam.